Showing posts with label Jurnal. Show all posts
Showing posts with label Jurnal. Show all posts

28 September 2015

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PD KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN (PPOM)

LAPORAN PENDAHULUAN  ASUHAN  KEPERAWATAN PADA KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN (PPOM)
BAB IPENDAHULUAN


A.    Pendahuluan
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan konfrehensif dalam melakukan asuhan keperawatan dengan kasus panyakit paru obstruktif menahun (PPOM)
2.      Tujuan Khusus
Sebelum dan sesudah melakukan asuhan keperawatan penulis mampu mengetahui
a.       Anatomi fisiologi system pernafasan, pengertian PPOM dan penyebab
b.      Tahapan proses keperawatan dan aplikasi asuhan keperawatan secara teoritis pada kasus penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
c.       Kegiatan-kegiatan utama yang perlu dilakukan pada kasus penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)

C.    Manfaat penulisan
1.      Manfaat bagi penulis
a.       Menambahkan pemahaman tentang suatu bagian keilmuan khususnya kasus penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
b.      Mampu menjelaskan dan memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada kasus penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
c.       Memiliki kemampuan nantinya dalam melakukan asuhan keperawatan secara nyata pada kasus penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
2.      Manfaat bagi klien
a.       Terjadinya kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
b.      Adanya kepastian terhadap tindakan yang akan dilakukan dalam perawatannya
D.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah
E.     Sistematika Penulisan



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Anatomi dan Fisiologi
1.      Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian. Saluran penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri meliputi dua bagian yaitu saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. ( Brashers, 2007).
a.       Saluran pernafasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)
1)      Hidung (Cavum Nasalis)
2)      Faring (Tekak)
3)      Laring (Tenggorokan)
b.      Saluran Pernafasan bagian bawah (Cower Airway)
1)      Trakea (Batang Tenggorokan)
2)      Bronkus  (Cabang Tenggorokan)
3)      Alveolus
4)      Paru-paru
c.       Anatomi Paru (Snell, 2006)
Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai  alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolus- alveolus di paru melalui sistem kapiler.
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus- lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis.
Di antara lobus-lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk  mengembang dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2.
 Namun selain itu mengembang dan  mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot – otot dinding thoraks dan otot  pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
2.      Fisiologi Pernafasan
Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen (O2) dipindahkan dari udara ke dalam jaringan, dan karbondioksida (C02) dikeluarkan keudara (ekspirasi) dapat dibagi menjadi dua tahap (stadium), yaitu stadium pertama dan stadium kedua.
a.       Stadium pertama

Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yitu masuknya campuran gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini simungkinkan karena ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.
b.      Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek yaitu:
1)      Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan
2)      Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus.
3)      Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru
4)      Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
5)      Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antar alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru

B.     Konsep Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)
Penyakit Paru Obstruktif  Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. (Bruner & Suddarth, 2002).
1.      Etiologi
PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup yang sebagian besar bias dicegah. Merekok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOM. Factor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status pekerjaan yang rendah. Kondisi lingkungan yang buruk karena dekat dengan lokasi pertambangan. Perokok pasif (terkena asap rokok padahal tidak merokok) atau terkena polusi udara dan konsumsi alkolhol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak penderita PPOM.
2.      Klasifikasi
Manurut Alsagat dan mukti (2006), PPOM dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu :
a.       Asma bronchial , dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronchial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa, cuaca dingin, latihan obat, kimia dan infeksi
b.      Bronkitis Kronik, di tandai dengan batuk-batuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kuranya tiga bulan berturut-turut dalam satu tahun.
c.       Emfisema, suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal brankus terminal  disertai dinding alveolus.
3.      Pathofisiologi
Merokok salah satu penyebab PPOM, akan menggaggu kerja silia serta fungsi sel-sel makrofag dan menyebabkan inflamasi pada jalan nafas. Peningkatan produksi lendir (ukus) destruksi septum alveolar serta fibrosis peribronkial. Perubahan inflamatori yang dapat dipulihkan jika pasien berhenti merokok sebelum penyakit paru meluas.
Sumbatan mucus dan penyempitan jalan nafas menyebabkan udara nafas terperangkap, seperti pada bronkitid kronis dan enfisema. Hiperinflasi terjadi pada alveoli paru ketika pasien menghembus nafas keluar (ekspirasi). Pada inspirasi jalan nafas akan melebar sehingga udara dapat mengalir melalui tempat obstruksi pada ekspirasi jalan nafas menjadi sempit dan aliran udara nafas akan terhalang. Keadaan udara nafas yang terperangkap umum terjadi pada asma dan bronchitis kronis.

4.      Gejala/Tanda
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri dari PPOM adalah malfu kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk dan produksi dahak khususnya di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas nafas pendek akut. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secan fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. selain itu pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup dratis sel akibat dari hilangnya nafsu makan karena produk dahak yang makin melintas penurunan daya kekuatan tubuh. Kehilangan selera makan (isolasi social) penurunan kemampuan pencernaan sekundur karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam system.
5.      Pemeriksaan
a.       Pemeriksaan Fisik
1)      Pasien biasanya tanpak kurus (diameter asterosposterior dada meningkat)
2)      Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
3)      Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
4)      Suara nafas berkurang
b.      Pemeriksan Penunjang
1)      Chest X-Ray, dapat menunjukkan hyperinflation paru flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular (enfisema). Peningkatan bentuk broncho vascular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asma)
2)      Pemeriksaan fungsi paru dilakukan untuk menentukan penyebab dari dispnea menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat abstruksi atau restriksi memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi.
3)      Darah komplit, peningkatan hemoglobin (enfidema berat) peningkatan eosinofil (asma).

6.      Penalaksanaan Terapi
1)      Penalaksanan Medis
a.       Berhenti merokok
b.      Bronkondilator, kurtikus teroid, dan obat lain (Misalnya terapi augumentasi alfa, antitrypsin, agen antibiotic, agens mukolotik, agen antitusif, vasodilator, narkotik)
c.       Terapi oksigen termasuk oksigen di malam hari
d.      Pemberdayaan, bulektomi untuk mengurangi dispnea: penurunan volume paru untuk meningkatkan ecatisitas dan fungsi robus: transportasi paru.

7.      Komplikasi
Ada tiga komplikasi pernafasan utama yang bias terjadi pada PPOM yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratora Failure), Pneumotorak dan giant bullat serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit cor-pulmanale.
a.       Acute Respiratora Failure (ARF) terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat istirahat.
b.      Penomotorik, akumulasi udara dalam rongga pleura rongga pleura sesungguhnya merupakan rongga yang khusus, yakni berupa cairan lapisan tipis antara lapisan visceral dan pariental paru-paru. Fungsi cairan pleura adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi cancar dan mulus selama pernafasan berlangsung.
c.       Gian Bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenchyma paru-paru sehingga acveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi tidak efektif.




BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN
A.    Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didsarkan pada kehiatan sahar-hari. Ukur kualitas pernafasan antara sekala 1 sampai 10 dan juga mengindefikasikan factor social dan lingkungan yang merupakan factor pendudukung terjadinya gejala. Perawat juga mengindefikasikan tipe dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan factor presipatasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperature dan stress. Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk  dan kesimetrisan dada, respiratori rate dan pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot nbantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan fremitus. Gerakan dinding dada dan penyimpanan diagfragma (Lukenuffe,N,A, 2000).
1.      Aktivitas/ Istirahat
Keletihan, kelemahan
2.       
B.      


1. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Pemasangan Infus KATARAK

A.    Konsep Dasar Memasang Infus
1.      Definisi
Pemasangan infuse merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien yang memerlukan masukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (potter, 2005).
Memasang infus merupakan salah satu cara pemberian terapi cairan dengan menggunakan prosedur infasif yang dilaksanakan dengan menggunakan tehnik aseptik.
2.      Tujuan
a.       Mempertahankan atau menganti cairan tubuh yang hilang
b.      Memperbaiki keseimbangan asam basa
c.       Memperbaiki komponen darah
d.      Tempat memasukkan obat atau terapi intra vena
e.       Rehidrasi cairan pada pasien shock
3.      Indikasi Pemasangan Infus
a.       Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru memungkinkan pemberian obat secara langsung kedalam intravena.
b.      Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat.
c.       Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infuse.
d.      Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan dengan injeksi intramuskuler.
e.       Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral atau intramuskuler.
4.      Persiapan Alat
a.       Alkohol spry
b.      Infus Set
c.       IV catheter sesuai ukuran
d.      Pengalas
e.       Infus sesuai pesanan
f.       Toniquet
g.      Sarung tangan bersih
h.      Kapas steril
i.        Plester
j.        Bengkok
5.      Prosedur Pelaksanaan
a.       Melakukan verifikasi program pengobatan
b.      Mencuci tangan
c.       Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
d.      Mengecek tanggal kadaluarsa: infus, selang infus, catheter vena.
e.       Menusuk saluran infus dengan benar ( jangan diputar ).
f.       Menggantung cairan infus dan mengisi tabung reservoar sebanyak duapertiga bagian /sebatas tanda hingga tidak ada udara dalam selang.
g.      Atur posisi pasien, pasang pengalas, selanjutnya pasang toniquet 5cm dari area insersi.
h.      Lakukan tindakan aseptik dengan kapas alkohol 70% dan biarkan selama 15-20 detik
i.        Pertahankan vena pada posisi stabil dengan menekan dan menarik bagian distal vena yang akan diinsersi dengan ibu jari
j.        Menusuk vena dengan sudut 30 derajat dan lubang jarum menghadap ke atas
k.      Setelah dipastikan jarum masuk, turunkan posisi jarum 20 derajat dan tarik mandrin 0,5 cm, masukan catether secara perlahan.
l.        Lakukan teknik V saat melepas mandrin dengan  menekan port dan vena lalu segera sambungkan selang infus dengan catheter.
m.    Lepas torniquet dan masukan catheter secara perlahan, sambil menarik jarum keluar
n.      Alirkan infus, selanjutnya lakukan fiksasi antara sayap dan lokasi insersi tanpa menutup lokasi insersi
o.      Letakkan kapas/gaas steril di atas area  insersi.
p.      Lepaskan sarung tangan
q.      Lakukan fiksasi (plaster ukuran ± 5x8cm sampai menutup kapas steril.
r.        Atur tetesan infus sesuai program dan tulis tanggal pemasangan, kolf, tetesan, jam habis,dan k/p obat
s.       Observasi respon pasien.
t.        Bereskan alat dan kembalikan pada tempatnya dalam keadaan bersih
u.      Cuci tangan
v.      Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

B.     Teoritis Kasus
1.      Definisi Katarak
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga   menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009). 
              Katarak menyebabkan penglihatan  menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).

2.      Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
a.        Usia lanjut dan proses penuaan
b.       Congenital atau bisa diturunkan.
c.        Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan      beracun lainnya. 
d.       katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). 

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
a.       Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
b.      Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
c.       Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
d.      Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti    kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
e.       Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).

3.      Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia diatas 70 tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginental, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak tidak mengandung glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan kimiawi ini dengan cara pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun implikasinya tidak diketahui.
4.      Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
a.       Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
b.      Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
c.       Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.

5.      Pencegahan
Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol penyebab yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak. Cara pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan kacamata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari. (Gindjing, 2006).
Cara pencegahan katarak yang terbaik adalah mengurangi atau mengendalikan faktor-faktor risiko terjadinya katarak. Faktor-faktor risiko katarak itu ada yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi faktor umur, gender dan genetik, pengaruh faktor ini tidak mungkin dimanipulasi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penyakit, penggunaan obat tertentu, paparan sinar matahari, merokok, minuman beralkohol, ketidakseimbangan nutrisi dan adanya ruda paksa pada bola mata. Faktor-faktor ini masih dapat dikendalikan seperti mengonsumsi cukup protein dan vitamin, menghentikan kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol, memakai pelindung mata atau kacamata dan lain-lain. (djatikusumo, 2002)
 Timggalkan Komentar Anda

Mengukur Berat Badan dengan anemia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali (Supariasa, dkk, 2001). Sedangkan sudut pandang gizi, Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.  Penggunaan antropometri, khususnya pengukuran berat badan pernah menjadi prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran secara spesifik diperlukan dan pengukuran ini mencakup pengukuran berat badan (Andy Hartono, 2000).
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan dan keseimbangan anatara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012).

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui cara-cara pengukuran berat badan pada bayi.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui definisi pengukuran berat badan
b.      Untuk mengetahui cara pengukuran berat badan menggunakan timbangan pegas.
c.       Untuk mengetahui prosedur pengukuran berat badan
d.      Untuk mengetagui definisi Anemia
e.       Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi Anemia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengukuran Berat Badan
1.      Definisi
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu.
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang(Supariasa,dkk., 2003).
Berat badan merupakan ukuran indeks gizi dan pertumbuhan yang terbaik, terutama pada bayi, karena mencakup resultante pertumbuhan badan seluruhnya (FKUI, 2007)
Menimbang berat badan adalah mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. Pertumbuhan anak dapat diamati secara cermat dengan menggunakan kartu menuju sehat (KMS) balita. Kartu menuju sehat berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan.
2.      Persiapan Alat
a.       Timbangan
b.      Alat tulis
3.      Prosedur Pengukuran Berat Badan
Timbangan ini untuk anak usia di atas 5 tahun atau dewasa, timbangan yang baik adalah detekto atau beam balance. Berbeda dengan balita, anak di atas 5 tahun dan dewasa sebelum ditimbang hendaknya mengosongkan alat kemih, penimbangan dilakukan sebelum makan atau 2 jam setelah makan.  Prinsip alat detekto ialah pemberat timbangan dapat digeser-geser sampai detekto seimbang. Ada pemberat pengatur satuan, puluhan, dan ratusan. Timbangan ini umumnya dilengkapi dengan ukuran tinggi badan yang build in (jadi satu). Namun detekto tidak praktis bila digunakan di lapangan karena terlalu berat. Alat yang lain yaitu timbangan digital injak atau timbangan pegas yang biasa digunakan.
     Untuk menimbang dengan timbangan pegas :
a.    Letakkan timbangan pada permukaan yang datar
b.    Pastikan jarum menunjukkan angka nol
c.    Pastikan anda menggunakan pakaian seminimal mungkin
d.   Naiklah ke atas timbangan. Jangan melakukan banyak gerakan dan berdirilah dengan tegak. Telapak kaki harus berada tepat di tengah-tengah pijakan alat timbang badan, Berdirilah dengan tenang dan lengan di samping badan. Jangan membuat gerakan-gerakan yang akan mengacaukan timbangan.
e.    https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixfH6okGVfvPwBZFX0F4oXghYkB_cCDSWigQm0ZGFfNSuaB7x7OTINFvwMnfONfgNhA5-TE6uFKTvr-0VggckIo1YdXiLW35VC415R3JcTepyHNH-DI3N5GOo900JaBJhCbVrjSOtSfmY/s320/cara+kerja+timbangan.jpgBaca hasil pengukuran dari timbangan. Bacalah dengan sudut pandang tegak lurus






B.     Konsep Dasar Anemia
1.      Definisi Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011).
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh.  Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat.  Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E, Doenges, Jakarta, 2002).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong, 2003).
2.      Etiologi
a.       Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
b.      Perdarahan
c.       Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
d.      Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
3.      Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

4.      Tanda dan Gejala
a.       Lemah, letih, lesu dan lelah
b.      Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c.       Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.




BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Pengkajian
Nama                   : An. F
Umur                   : 13 tahun
Jenis Kelamin      : Laki-laki
Agama                 :  Islam
Suku                    :  Aceh
Ruang                  : Poliklinik Anak
Alamat                 : Alue Pura
Keluhan Utama   : Pusing, pucat
Diagnosa             : Anemia

B.     Alat yang digunakan
1.      Timbangan.
2.      Alat tulis.

C.    Prosedur
a.      Letakkan timbangan pada permukaan yang datar
b.      Pastikan jarum menunjukkan angka nol
c.      Pastikan anda menggunakan pakaian seminimal mungkin
d.     Naiklah ke atas timbangan. Jangan melakukan banyak gerakan dan berdirilah dengan tegak. Telapak kaki harus berada tepat di tengah-tengah pijakan alat timbang badan, Berdirilah dengan tenang dan lengan di samping badan. Jangan membuat gerakan-gerakan yang akan mengacaukan timbangan.
e.      Baca hasil pengukuran dari timbangan. Bacalah dengan sudut pandang tegak lurus






BAB IV
PEMBAHASAN

            Berdasarkan tinjauan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa cara pengukuran berat badan yang ada pada teori di akademik sama dengan yang ada dilahan praktek.
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia.
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan pada semua kelompok umur. Menimbang berat badan adalah mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita, anak dan ibu hamil.
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Menimbang berat badan adalah mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. Pertumbuhan anak dapat diamati secara cermat dengan menggunakan kartu menuju sehat (KMS) balita. Kartu menuju sehat berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan.
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011).

B.     Saran
1.      Untuk  Rumah Sakit
Agar selalu dapat meningkatkan pelayanan kesehatan  yang lebih baik khususnnya dalam peroses pemberian asuhan keperawatan serta selalu memberi perawatan yang intensif khususnya pada penderita Anemia
2.      Untuk mahasiswa
Mahasiswa  harus lebih memperdalam  ilmu pengetahuan serta keterampilan dengan cara terus membaca dan berlatih agar kualitas asuhan yang diberikan pada klien lebih baik.

3.      Untuk Pihak Akademik
Pihak akademik diharapkan dapat menyediakan buku sumber yang lebih lengkap untuk mempermudah mahasiswa mencari literatur yang diperlukan dalam meningkatkan ilmu pengetahuannya.terutama buku sumber yang berkaitan dengan kasus Anemia.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. (2004). Gizi dalam daur kegidupan. Editor, Palupi Widyastuti. EGC : Jakarta.

Alimul Hidayat, A. Azis. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Chang, Esther. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
 Timggalkan Komentar Anda