Showing posts with label Kti. Show all posts
Showing posts with label Kti. Show all posts

28 September 2015

Operasi Cesar atau sectio caesarea

BAB IPENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

          Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan bayi dengan sempurna. Persalinan bisa saja berjalan secara normal, namun tidak jarang proses persalinan mengalam hambatan dan harus dilakukan operasi ( Kasdu, 2003). Pada masa lalu melahirkan dengan cara operasi merupakan hal yng menakutkan karena dapat menyebabkan kematian. Namun dengan berkembangnya kecanggihan bidang ilmu kedokteran kebidanan pandangan tersebut mulai bergeser. Kini sectio caesarea kadang menjadi alternatif pilihan persalinan.
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Studi Obstetri dan Ginekologi  di Washington DC pada tahun 1994 menunjukkan bahwa setengah dari jumlah kelahiran sectio caesarea yang tercatat secara medis sebenarnya tidak diperlukan. Indonesia saat ini angka kejadian sectio caesarea juga terus meningkat baik di rumah sakit pendidian maupun di rumah sakit swasta. Berdasarkan penelitan yang dilakukan Basalamah dan Galuari 1993, terhadap 64 rumah sakit di Jakarta tercatat 17.665 kelahiran, dari angka kelahiran tersebut sebanyak 35,7%-55,3% melahirkan dengan sectio caesarea. Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi dinding abdomen dan dan uterus (Oxorn, 2010). Pertolongan operasi dengan sectio caesarea mempunyai sejarah yang panjang. Bahaya infeksi merupakan ancaman yang serius sehingga banyak terjadi kematian. Perkembangan teknologi sectio caesara denikian majunya sehngga bahayanya makin dapat ditekan. Oleh karenanya pertolongan persalinan sectio caesara makin banyak dilakukan, (Ayu,2009).
            Beberapa alasan operasi tersebut ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu keselamatan pasien tersebut. Proses pemulihan kesehatan pasca operasi merupakan hal yang sangat penting bagi pasien yang mengalami pembedahan sebab karena adanya lukanya pembedahan, pengaruh immobilisasi selama pembedahan berlangsung dan masa penyembuhan serta pengaruh anastetik dan analgetik merupakan penyebab utama timbulnya komplikasi pasca operasi. Hal lain yang harus menjadi perhatian besar adalah proses sterilisasi yang digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang digunakan untuk keperluan operasi. Sterilisasi bisa digunakan dengan berbagai metode tergantung dari jenis dan bahan alat yang akan digunakan untuk keperluan operasi.
            Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan mencoba memamparkan secara umum tentang operasi sectio caesarea, alat yang digunakan untuk operasi sectio caesarea, dan proses sterilisisasi yang digunakan untuk mensterilkan alat-alat operasi.


B.     Tujuan

1.      Tujuan Umum
Mampu memahami tentang tindakan section caesaria.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu menjelaskan definisi dari section caesaria.
b.      Mampu menyebutkan berbagai etiologi dan patofisiolagi dari section caesaria.
c.       Mampu menyebutkan berbagai tujuan dan indikasi dari section caesaria.
d.      Mampu menyebutkan berbagai jenis-jenis dari section caesaria.
e.       Mampu menyebutkan berbagai komplikasi dari section caesaria.
f.       Mampu menyebutkan berbagai pemeriksaan penunjang dari section caesaria.













BAB IITINJAUAN PUSTAKA


A.    Konsep Dasar Kasus

1.      Definisi



Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktjor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. ( Sarwono Prawirohardjo, 2002 )
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anakdengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Y, 2007).

2.      Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.

3.      Jenis-Jenis Sectio Caesarea
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
1.      Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntunganya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003).
2.      Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi (Dewi Y, 2007).

4.      Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal (Dystosia):
·         Fetal distress.
·         His lemah/melemah.
·         Janin dalam posisi sungsang atau melintang.
·         Bayi besar (BBL > 4,2 kg).
·         Plasenta previa.
·         Kalainan letak.
·         Disproporsi Cevalo-Pelvik.
·         Rupture uteri mengancam.
·         Hydrocephalus
·         Primi muda atau tua.
·         Partus dengan komplikasi.
·         Panggul sempit.
·         Problema plasenta

5.      Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1.      CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

Pemasangan Oksigen

BAB I
PENDHULUAN

A.    Latar Belakang
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001).




B.     Tujuan
1.      Memahami pengertian dan tujuan dari pemberian oksigen
2.      Mengetahui indikasi pemberian oksigen
3.      Mengetahui syarat-syarat pemberian oksigen
4.      Mengetahui indikasi penberian oksigen
5.      Mengetahui metode-metode pemberian oksigen
6.      Mengetahui bahaya pemberian oksigen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi Oksigen
Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel periodik yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Ia merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada Temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik dengan rumus O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak Bumi.
Kita sebagai manusia, seperti halnya makhuk hidup lainnya pastilah memerlukan oksigen untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. (Dikutip dari Tetapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatn oleh Ikhsanuddin Ahmad).
Dalam pemberian sumber oksigen perlu diperhatikan “humidification”. Hal ini penting diperhatikan karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidifikasi (pelembaban udara) sedangkan oksigen yang diperoleh dari sumber oksigen (tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi.

B.     Tujuan Pemasangan Oksigen
1)      Untuk memenuhi kekurangan zat asam ( Oksigen )
2)      Untuk membantu kelancaran metabolisme
3)      Untuk mencegah hypoxsia , misalnya pada penyelam , penerbang , pendaki gunung , pekerja ambang .
4)      Sebagai tindakan pengobatan
( Tim Dep Kes RI , 1985  )

C.    MENGGUNAKAN OKSIGEN (OKSIGEN TABUNG)

D.     

hubungan agama dengan kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu semua penganut agama yang mempercayai ajaran dan melaksanakan ajarannya mereka akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran tersebut. Manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, ketika manusia jauh dari agama maka akan ada kekosongan dalam jiwanya. Walaupun mungkin kebutuhan materialnya mereka terpenuhi. Akan tetapi kebutuhan batin mereka tidak, sehingga mereka akan mudah terkena penyakit hati.
Penyakit hati yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa menghantui mereka sehingga mereka akan mudah putus asa. Oleh karena itu orang yang tidak beragama ketika mendapatkan persolan hidup mereka akan mudah putus asa dan akhirnya mereka akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma atau ajaran agama.
Banyak  penyakit karena emosi-emosi buruk itu, yang tidak mungkin dapat disembuhkan oleh obat. Penyakit-penyakit sejenis ini dinamakan penyakit psikosomatik. Krisis akhlak pun mempunyai sebab-sebab dalam emosi tercela yang sedang merajalela. Karena emosi itu merupakan kenyataan yang dapat disaksikan pada tubuh manusia dan dapat dibagi dalam emosi yang negatif dan positif, sedangkan yang positif dapat melenyapkan atau menetralkan yang negatif dan menjadi peserta dalam insting religius, lantas akan menjadi bukti nyata bahwa religi itu anasir yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Jadi, religi bukan obat bius atau racun. Bahkan, sebaliknya religi menjadi obat mujarab bagi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gangguan emosi negatif.
lmu kedokteran psikosomatik -oleh ilmuwan Belanda Prof V. Rijnberk- dinamai juga ilmu kedokteran kesusilaan. Alasannya, bila seseorang sakit, seluruh jasmani dan rohaninya sakit. Bukan sebagian atau hanya jasmaninya yang sakit. Pendapat baru ini mungkin dapat digunakan sebagai pembuka jalan ke arah dunia kedokteran baru.
Ilmu kedokteran menjadi pembuka tabir rahasia seperti yang terbukti dalam kehidupan manusia. Alexis Carel, Freud, Jung, dan Robert, misalnya, adalah nama-nama ahli ilmu kedokteran yang memecahkan masalah-masalah yang tidak mungkin dapat diperoleh oleh ahli-ahli di lapangan ilmu pengetahuan lain. Dengan pendapat baru itu, ilmu kedokteranlah yang pertama mengerti bahwa di antara ilmu kedokteran, filsafat, dan agama, ada tali hubungan. Dengan tali-tali hubungan itu, kita dapat mengerti kesatuan berupa makhluk hidup yang dinamai manusia sebagai keseluruhan, bukan sebagai reduksi.

download lengkap Makalah

B.     Tujuan
Beradasarkan latar belakang diatas maka yang dapat dijadikan sebagai tujuan pembahasan yaitu :
1.      Untuk mengetahui definisi agama
2.      Untuk mengetahui definisi kesehatan
3.      Untuk mengetahui hubungan agama dengan kesehatan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi Agama
Agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua akar suku kata yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama “ yang berarti kacau sehingga artinya tidak kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam bahasa Indonesia agama juga dikenal dengan kata addin dari bahasa arab yang artinya hukum, kata ini juga mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama.
Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang apabila tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi hutang baginya, dan paham mengenai kewajiban dan kepatuhan ini membawa pula pada paham balasan yang baik dari Tuhan pada yang menjalankan kewajiban dan yang patuh dan bagi yang tidak menjalankan kewajiban dan tidak patuh akan mendapatkan balasan yang tidak baik.
 Agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial, bahkan kemasalah tentang kesehatan. Agama adalah seperangkat aturan dan peraturan yang menata hubungan manusia dengan Tuhannya,manusia dengan manusia lain dan manusia dengan lingkungannya. Banyak sekali definisi dari agama yang telah diajukan, namun salah satu pendekatan yang paling komprehensif dalam menjelaskan agama adalah pendekatan yang menyatakan bahwa agama mencakup:
a.       Doktrin (ajaran-ajaran tentang keimanan);
b.      Mitos (narasi historis yang bersifat sakral);
c.       Etika (kode-kode moral yang bersandar pada ajaran Tuhan);
d.      Praktik peribadatan atau ritual (bentuk penyerahan diri terhadap kekuatan adikodrati);
e.       Pengalaman keagamaan, mistik, spiritual;
f.       Institusi sosial.

Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu semua penganut agama yang mempercayai ajaran dan melaksanakan ajarannya mereka akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran tersebut. Manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, ketika manusia jauh dari agama maka akan ada kekosongan dalam jiwanya. Walaupun mungkin kebutuhan materialnya mereka terpenuhi. Akan tetapi kebutuhan batin mereka tidak, sehingga mereka akan mudah terkena penyakit hati.
Penyakit hati yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa menghantui mereka sehingga mereka akan mudah putus asa. Oleh karena itu orang yang tidak beragama ketika mendapatkan persolan hidup mereka akan mudah putus asa dan akhirnya mereka akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma atau ajaran agama.
Banyak  penyakit karena emosi-emosi buruk itu, yang tidak mungkin dapat disembuhkan oleh obat. Penyakit-penyakit sejenis ini dinamakan penyakit psikosomatik. Krisis akhlak pun mempunyai sebab-sebab dalam emosi tercela yang sedang merajalela. Karena emosi itu merupakan kenyataan yang dapat disaksikan pada tubuh manusia dan dapat dibagi dalam emosi yang negatif dan positif, sedangkan yang positif dapat melenyapkan atau menetralkan yang negatif dan menjadi peserta dalam insting religius, lantas akan menjadi bukti nyata bahwa religi itu anasir yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Jadi, religi bukan obat bius atau racun. Bahkan, sebaliknya religi menjadi obat mujarab bagi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gangguan emosi negatif.

B.     Definisi Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Namun, secara umum pengertian kesehatan yaitu suatu kondisi atau keadaan secara umum seseorang dari segi semua aspek. Dalam pengertian kesehatan ini dimaksudkan yaitu tingkat keefisienan dari fungsional dengan atau tanpa metabolisme dari suatu organisme dan juga termasuk manusia.
Pengertian kesehatan juga diungkapkan ketika WHO atau yang kita kenal sebagai Organisasi Kesehatan Dunia di dirikan yaitu pada tahun 1948. Yang mana pengertian kesehatan merupakan sesuatu yang tidak hanya dimaksudkan sebagai suatu kelemahan atau ketiadaan suatu penyakit melainkan juga merupakan keadaan mental dan fisik serta juga kesejahteraan sosial.
Pemfokusan pada definisi kesehatan dan evolusi selama enam dekade pertama hanya pada segelintir publikasi saja. Sebagian dari mereka memfokuskan pada kekurangan nilai operasional serta juga permasalahan yang timbul pada pemakaian kata ‘lengkap’ tersebut.
Kemudian yang lainnya mengungkapkan tentang definisi kesehatan yang masih belum diubah dari semenjak tahun 1948 yaitu kalimat ‘hanya yang buruk’.
Pengertian kesehatan kemudian diungkapkan lagi oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada Piagam Ottawa yang didedikasikan untuk promosi kesehatan pada tahun 1986. Pada saat itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tersebut menyatakan bahwa kesehatan bukan tujuan dari hidup melainkan sumber daya untuk hidup sehari-hari. Selain itu, kesehatan dikatakan juga sebagai suatu konsep yang positif dan terfokus pada kemampuan fisik dan juga sumberdaya sosial.
Kemudian pengertian kesehatan juga merupakan suatu keadaan atau kondisi dari jiwa dan raga serta juga sosial yang dapat menjadikan seseorang dengan kehidupannya yang produktif baik dari segi ekonomi maupun dari segi kehidupan sosialnya.

C.     Hubungan Agama dengan Kesehatan
Pergeseran zaman dan kemajuan tekhnologi tidak dapat terelakkan lagi, saat ini penyakit sudah dapat dilihat dan diobati dengan obat-obatan yang bagus dengan menggunakan metode pengolahan canggih, perkembangan ilmu pengetahuan dapat lebih menspesifikkan penyakit-penyakit tersebut. Ada penyakit yang bersumber dari virus, bakteri atau baksil-baksil sehingga untuk mengobatinya membutuhkan obat-obatan medis, tetapi ada juga penyakit yang bersumber dari jiwa atau hati suatu individu, jadi secara fisik individu tersebut tidak terkena virus, bakteri atau baksil-baksil, namun pada kenyataannya individu sakit.
 Dengan demikian, berkembanglah ilmu kesehatan yang dapat mengurangi atau malah dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Salah satunya dengan operasi, menurut sebagian orang operasi itu bisa mengurangi atau menyembuhkan penyakit. Pada zaman dahulu, pengobatan modern seperti yang kita saksikan saat ini belum sempurna, peralatannya pun masih sederhana, misalnya dengan tanaman -tanaman yang di sekitar kita (herbal), kita juga menggunakan alat yang sederhana pula, seperti untuk menutup luka hanya menggunakan kain seadanya.
Namun, kita juga  belum bisa menghubungkan mana yang berdasarkan ajaran agama atau tidak. Semisal, pengobatan dengan cara bekam, bekam merupakan pengobatan yang dibawa Rasulullah SAW, berarti  ini dapat kita amalkan kepada orang lain. Disamping itu, bekam juga dapat meringankan penyakit – penyakit tertentu, seperti halnya pada orang yang  mengalami pegal-pegal pada bunggung,tengkung dan bagian tubuh yang lain dengan cara mengeluarkan darah kotor yang dapat menyumbat sirkulasi darah pada jaringan tertentu.
Ada pula pengobatan yang haram bagi ajaran agama, terutama agama Islam, seperti terapi urine yang sudah terbukti mengurangi resiko diabetes mellitus dengan cara meminum air kencing yang pertama kali keluar saat pagi hari. Dari pandangan agama, itu sangat diharamkan, karena seperti halnya minum alkohol ataupun makan bangkai, air kencing merupakan zat sisa dari metabolism tubuh yang mengandung racun (toksik) , dan apabila terlalu sering dikonsumsi maka akan terjadi kerusakan pada hati dan organ lainnya.
1.      Pola Hubungan Saling Berlawanan.
Agama dan kesehatan potensial muncul sebagai dua bidangkehidupan yang saling berlawanan atau setidaknya tema kesehatan tersebut masih menjadi wacana prokontra.
Dalam batasan tertentu, hal ini menunjukkan bahwa apa yangdianjurkan dalam bidang kesehatan tidak selaras dengan apayang dianjurkan dalam agama
Misalnya mengenai terapi dengan urine, pengobatan dengan hal yang memabukkan atau pencegahan HIV/AIDS melalui kondom.
Dalam konteks ini, urine menurut ajaran islam adalah sesuatu hal yang najis. Oleh karena itu, terapi kesehatan dengan menggunakan urine sesungguhnya merupakan hal yang bertentangan. Begitu pula pengobatan dengan menggunakan barang atau benda-benda yang diharamkan misalnya alkohol.
Promosi tentang penggunaan kondom untuk menghindarkan diri dari sebaran HIV/AIDS merupakan suatu program yang memiliki irisan moral dengan Agama. Program ini dapat diapresiasikan oleh kalangan agama sebagai kebijakan yang membuka peluang perilaku pergaulan beba satau scrimplisit kebijakan itu seakan berbunyi “bolehkan free sex asalkan pakai kondom”

2.      Pola Hubungan  Mendukung.
Agama dan ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensi salingmendukung. Orang yang akan melaksanakan ibadah haji membutuhkan peran tenagamedis untuk melakukan general check up supaya kegiatan ibadah hajidapat berjalan lancar.
Tradisi puasa atau diet merupakan salah satu terapi yang telah diakui oleh kalangan medis dalam meningkatkan kesehatan. Itu ajaran agama sejatinya memiliki potensi untuk memberikan dukungan terhadap kesehatan.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Agama dan kesehatan saling berhubungan, polanya pun sangan beragam yaitu saling melawan, saling mendukung, saling melengkapi dan saling berjalan pada kewenangannya sendiri. Namun, kita juga  belum bisa menghubungkan mana yang berdasarkan ajaran agama atau tidak. Semisal, pengobatan dengan cara bekam, bekam merupakan pengobatan yang dibawa Rasulullah SAW, berarti  ini dapat kita amalkan kepada orang lain. Ada pula pengobatan yang haram bagi ajaran agama, terutama agama Islam, seperti terapi urine.
  Aspek agama itu sendi juga termasuk dalam kesehatan dan sebaliknya kesehatan juga ada pada agama. Seperti halnya, di dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan, tenaga medis tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pasien terutama dalam hal keagamaan. Ada 2 hal yg perlu diperhatikan yaitu ajaran agama secara normatif dan ada perilaku keagamaan yg riil atau tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Fungsi dari agama sangat berpengaruh bagi kesehatan yaitu sebagai moral, sebagai sumber keilmuan, sebagai amal kesehatan.

B.     Saran
Penulis beharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan yang berguna bagi para pembaca dan dapat menjadi pelajaran dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup kita sesama manusia yang dilaksnakan melalui proses yang disebut interaksi sosial.
Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan pada makalah ini yang kurang berkenan. Penulis sebagai mahasiswi yang masih membutuhkan kritik dan saran untuk memperbaiki kekurangan pada makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Rakhamat Jalaluddin, Psikologi Agama sebuah pengantar,PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2003.


Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 

Pemeriksaan Vital Sign Tentang Sinusitis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam lingkungan masyarakat, kesehatan itu penting untuk dipelihara. Peran tenaga medis juga penting untuk memberi pengetahuan tentang kesehatan. Agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dan kebersihan diri juga lingkungan. Seiring berjalannya zaman yang semakin modern dan perlengkapan atau penanganan medis yang semakin canggih dan maju. Untuk itu di perlukan beberapa peran penting bagi masyarakat mengenai kesehatan
Pemeriksaan tanda vital adalah cara untuk mendeteksi perubahan system yang ada di dalam tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut  nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam keadaan sakit atau kelelahan. Perubahan tersebut merupakan indikator  adanya gangguan sistem tubuh. Pemeriksaan tanda vital yang dilaksanakan oleh tenaga medis seperti dokter, bidan, dan perawat digunakan untuk memantau perkembangan pasien. Tindakan ini bukan hanya merupakan kegiatan rutin pada pasien, tetapi merupakan tindakan pengawasan terhadap perubahan atau gangguan sistem tubuh. Pelaksanaan pemeriksaan tanda vital pada pasien tentu berbeda dengan pasien yang lainnya.
Pemeriksaan tanda vital adalah suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi Suhu Tubuh, Denyut Nadi, Frekuensi pernapasan, dan Tekanan darah. Adanya perubahan tanda vital, misalnya suhu tubuh dapat menunjukan keadaan metabolisme dalam tubuh; denyut nadi dapat menunjukan perubahn pada sistem kardiovaskuler; frekuensi napas dapat menunjukan fungsi pernapasan; dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler, yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi.
Tanda-tanda vital/vital sign merupakan indikator dari status kesehatan (menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural & endokrin tubuh). Pengukuran TTV memberikan data dasar untuk mengetahui respon terhadap stress fisiologi / psikologi, respon terapi medis & keperawatan, perubahan fisiologis.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk dapat memahami cara pemerikasaan tanda-tanda vital pada pasien perawatan sinusitis.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui definisi pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
b.      Untuk mengetahui Tujuan dan prosedur pemeriksaan Tanda-Tanda Vital.
c.       Untuk mengetahui definisi sinusitis
d.      Untuk mengetahui penyebab dan gejala-gejala sinusitis.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pemeriksaan Vital Sign
1.      Definisi
Pemeriksaan tanda vital (Vital Sign) merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada fungsi tubuh. Adanya perubahan tanda vital, misalnya suhu tubuh dapat menunjukkan keadaan metabolisme dalam tubuh; Denyut nadi dapat menunjukkan perubahan pada sistem kardiovaskuler; Frekuensi pernafasan dapat menunjukkan fungsi pernafasan; dan Tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi.
2.      Jenis-Jenis Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a.    Tekanan darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang mendorong darah terhadap dinding arteri,  Tekanan ditentukan oleh kekuatan dan jumlah darah yang dipompa, dan ukuran serta fleksibilitas dari arteri,  diukur dengan alat pengukur tekanan darah dan stetoskop.
Tekanan darah normal  adalah Bayi :70-90/50 mmHg, Anak : 80-100/60 mmHg, Remaja: 90-110/66-70 mmHg, Dewasa muda:110-125/60-70 mmHg dan dewasa tua 130-150/80-90 mmHg.

b.      Nadi
Nadi adalah denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang berdasarkan dystol dan gystole dari jantung. Denyut nadi adalah jumlah denyut jantung, Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Nadi normal adalah Bayi: 120-130 x/menit, Anak: 80-90 x/menit, Dewasa: 70-80 x/menit dan lansia 60-70 x/menit.
c.       Suhu
Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang secara ketat dikontrol karena dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi. Suhu tubuh normal seseorang bervariasi, tergantung pada jenis kelamin, aktivitas, lingkungan, makanan yang dikonsumsi, gangguan organ, waktu.
Suhu tubuh normal: 36,60C- 37,20C, Sub prebris: 370C- 380C, Fibris: 380C- 400C, Hiperpireksis: 400C- 420C dan Hipertomi: kurang dari 360C
d.      Pernafasan
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
Pernafasan normal adalah Bayi: 30-40 x/menit, Anak: 20-30 x/menit, Dewasa:16-20 x/menit dan Lansia:14-16 x/menit.

3.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui adanya kelainan pada pasien
b.      Mengetahui kondisi dan perkembangan vital sign pasien
c.       Mengetahui frekuensi, irama pernafasan, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu tubuh pasien
4.      Persiapan Alat
a.       Handscoon
b.      Thermometer  air raksa
b.      3 botol masing-masing berisi: Cairan sabun, cairan desinfektan, air bersih.
c.       Tissue
d.      Tensimeter : Spingomanometer/tensi air raksa
e.       Stetoskop
f.       Jam tangan/stopwatch
g.      Baki beserta alasnya
h.      Bengkok
i.        Grafik perkembangan vital sign
j.        Alat lulis
5.      Prosedur Pelaksanaan
1.      Mencuci tangan
2.      Menjaga privasi pasien
3.      Atur posisi yang nyaman : duduk atau berbaring dengan posisi tangan rileks
b.      Memakai sarung tangan
c.       Memposisikan perawat di sisi sebelah kanan pasien
d.      Keringkan ujung thermometer. Kemudian turunkan air raksa sampai skala nol. Sebelum meletakkan di aksila, bersihkan/keringkan aksila  sebelah kiri pasien terlebih dahulu dengan menggunakan tissue.
e.       Letakkan thermometer diaksila sebelah kiri.
f.       Letakkan ujung  tiga jari-jari tangan kecuali ibu jari pada arteri/nadi yang akan diukur, (mulai dari radiialis, brakhialis, carotis, dan temporalis) tekan dengan lembut
g.      Hitung frekuensi nadi mulai hitungan nol (0) selama 30 detik (kalikan 2x untuk memperoleh frekuensi dalam satu menit). Jika ritme nadi tidak teratur, hitung selama satu menit. Lanjutkan perhitungan pernafasan
h.      Lalu sembari memegang arteri radialis (seolah-olah masih menghitung denyut nadi), hitung jumlah pernafasan klien selama 1 menit (naik turunnya dada klien)
i.        Selanjutnya siapkan pasien untuk pemeriksaan tekanan darah (persiapan tensi meter).
j.        bebaskan area brakhialis dengan cara gulung lengan baju klien.
k.      Palpasi arteri brakhialis. Letakkan manset 2,5 cm diatas nadi brakhialis (ruang antekubital).
l.        Naikkan tekanan dalam manset sambil meraba arteri radialis sampai denyutnya hilang kemudian tekanan dinaikkan lagi kurang lebih 30 mmHg.
m.    Letakkan stetoskop pada arteri brakhialis pada fossa cubitti dengan cermat dan tentukan tekanan sistolik
n.      Mencatat bunyi korotkoff I dan V atau bunyi detak pertama (systole) dan terakhir (diastole) pada manometer sebagai mana penurunan tekanan
o.      Turunkan tekanan manset dengan kecepatan 4 mmhg/detik sambil mendengar hilangnya pembuluh yang mengikuti 5 fase korotkof
p.      Ulang pengukuran 1 kali lagi dengan air raksa dalam spignomanometer dikembalikan pada angka 0. Lakukan tindakan seperti diatas.
q.      Kemudian membuka manset, melepaskan manset dan merapikan kembali.
r.        Melepaskan thermometer dari aksila membaca kenaikan suhu, kemudian mencuci thermometer ke dalam air sabun kemudian air desinfektan terakhir ke air bersih
s.       Keringkan thermometer dan turunkan kembali air raksanya
t.        Merapikan kembali pasien dan alat-alat.
u.      Melepaskan handscoon
v.      Mencuci tangan

B.     Teoritis Kasus
1.      Definisi Sinusitis
Sinusitis berasal dua kata yaitu sinus dan itis. Akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus. Sinusitis terjadi karena peradangan pada rongga-rongga udara di sekitar hidung yang diikuti oleh infeksi saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus tersebut mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya saluran udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan tempat berkembang biaknya bakteri.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. (Endang Mangunkusumo, 2007)
Sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinus sendiri adalah rongga hidung yang terdapat diarea wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan menjaga pertukaran udara didaerah hidung.
2.      Penyebab
Penyebab-penyebab sinusitis adalah :
a.       Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
b.      Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c.       Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan.
d.      Peradangan menahun pada saluran hidung
         Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
e.       Septum nasi yang bengkok
f.       Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
a.       Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
b.      Alergi
c.       Karies dentis ( gigi geraham atas )
d.      Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
e.       Benda asing di hidung dan sinus paranasal
f.       Tumor di hidung dan sinus paranasal.

3.      Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah amoksisilin dan ampisilin. Alternatif bagi pasien yang alergi terhadap penisilin adalah trimeptoprim/sulfametoksazol (kekuatan ganda). Dekongestan oral atau topikal dapat saja diberikan. Irigasi juga efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga memungkinkan drainase rabas purulen. Dekongestan oral yang umum adalah drixoral (Smeltzer, 2001).
Sinusitis akut dapat sembuh spontan atau dapat sembuh hanya dengan pemberian obat. Sinusitis akut perlu dilakukan operasi jika penderita sakit berat atau telah terjadi komplikasi atau terjadi akibat kelainan anatomi.
Sinusitis kronik perlu dilakukan operasi disamping dengan pemberian obat. Prinsip penanganan sinusitis adalah disamping penanganan sinusitisnya juga harus dilakukan penanganan terhadap penyebabnya. Cara operasi paling mutakhir terhadap sinusitis adalah dengan metode FESS (Functional Endoscopic Sius Surgery) atau BSEF (Bedah Sinus Endoskopik Fungsional) (Budisantoso, 2009).




BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Pengkajian
Nama                           : Tn. S
Umur                           :  21 tahun
Agama                         :  Islam
Suku                            :  Aceh
Pekerjaan                     Mahasiswa
Status                          Belum Kawin
Alamat                                    : Uteun Gathonm
No.reg                         : 259621
Keluhan Utama           : Hidung tersumbat
Diagnosa                     : Sinusitis

B.     Alat yang digunakan
a.       Handscoon
b.      Thermometer  digital
c.       3 botol masing-masing berisi: Cairan sabun, cairan desinfektan, air bersih.
d.      Tissue
e.       Tensimeter : Spingomanometer/tensi air raksa
f.       Stetoskop
g.      Jam tangan/stopwatch
h.      Baki beserta alasnya
i.        Bengkok
j.        Grafik perkembangan vital sign
k.      Alat lulis

C.    Teknik Pemerikasan Vital Sign
1.      Mencuci tangan
2.      Menjaga privasi pasien
3.      Atur posisi yang nyaman : duduk atau berbaring dengan posisi tangan rileks
4.      Memakai sarung tangan
5.      Memposisikan perawat di sisi sebelah kanan pasien
6.      Keringkan ujung thermometer. Kemudian turunkan air raksa sampai skala nol. Sebelum meletakkan di aksila, bersihkan/keringkan aksila  sebelah kiri pasien terlebih dahulu dengan menggunakan tissue.
7.      Letakkan thermometer diaksila sebelah kiri. Selanjutnya sambil menunggu naiknya air raksa pada thermometer lakukan pemeriksaan nadi, pernafasan dan tekanan darah dengan cara:
8.      Letakkan ujung  tiga jari-jari tangan kecuali ibu jari pada arteri/nadi yang akan diukur, (mulai dari radiialis, brakhialis, carotis, dan temporalis) tekan dengan lembut
9.      Hitung frekuensi nadi mulai hitungan nol (0) selama 30 detik (kalikan 2x untuk memperoleh frekuensi dalam satu menit). Jika ritme nadi tidak teratur, hitung selama satu menit. Lanjutkan perhitungan pernafasan
10.  Lalu sembari memegang arteri radialis (seolah-olah masih menghitung denyut nadi), hitung jumlah pernafasan klien selama 1 menit (naik turunnya dada klien)
11.  Selanjutnya siapkan pasien untuk pemeriksaan tekanan darah (persiapan tensi meter).
12.  bebaskan area brakhialis dengan cara gulung lengan baju klien.
13.  Palpasi arteri brakhialis. Letakkan manset 2,5 cm diatas nadi brakhialis (ruang antekubital).
14.  Naikkan tekanan dalam manset sambil meraba arteri radialis sampai denyutnya hilang kemudian tekanan dinaikkan lagi kurang lebih 30 mmhg.
15.  Letakkan stetoskop pada arteri brakhialis pada fossa cubitti dengan cermat dan tentukan tekanan sistolik
16.  Mencatat bunyi korotkoff I dan V atau bunyi detak pertama (systole) dan terakhir (diastole) pada manometer sebagai mana penurunan tekanan
17.  Turunkan tekanan manset dengan kecepatan 4 mmhg/detik sambil mendengar hilangnya pembuluh yang mengikuti 5 fase korotkof
18.  Ulang pengukuran 1 kali lagi dengan air raksa dalam spignomanometer dikembalikan pada angka 0. Lakukan tindakan seperti diatas.
19.  Kemudian membuka manset, melepaskan manset dan merapikan kembali.
20.  Melepaskan thermometer dari aksila membaca kenaikan suhu, kemudian mencuci thermometer ke dalam air sabun kemudian air desinfektan terakhir ke air bersih
21.  Keringkan thermometer dan turunkan kembali air raksanya
22.  Merapikan kembali pasien dan alat-alat.
23.  Melepaskan handscoon
24.  Mencuci tangan

D.    Evaluasi
Tingkat keberhasilan yang diperoleh setelah dilakukan Tindakan Pemerikasaan  Vital Sign pada Tn. S Dengan Sinusitis  di Ruang THT RSUD dr. Fauziah Bireuen adalah :
1.      Pasien dapat mengetahui perkembangan tentang penyakiynya (perubahan sistem tubuh)
2.      Pasien merasa nyaman
3.      Pasien dapat beristirahat dengan tenang



BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan tanda- tanda vital (TTV) yang dilakukan dilahan praktik RSUD dr.Fauziah Bireuen dengan teori sudah sesuai. Misalnya saja pada pengukuran tekanan darah, tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan pelaksanaan yang dilakukan dilahan praktik. Begitu juga dengan pengukuran suhu tubuh, penghitungan denyut nadi dan pernapasan, dilakukan sesuai dan sama dengan teori atau dengan kata lain dilakukan sesuai dengan prosedur.
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pemeriksaan tanda vital adalah cara untuk mendeteksi perubahan system yang ada di dalam tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut  nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam keadaan sakit atau kelelahan.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. (Endang Mangunkusumo, 2007).

B.     Saran
  1. Bagi mahasiswi dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai Asuhan Keperawatan tentang  Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital.
  2. Bagi pasien dan keluarga pasien harus bersikap tenang dan rileks pada saat melakukan tindakan  serta bersedia melakukan prosedur yang dilakukan.
  3. Tenaga kesehatan, melakukan tindakan sesuai prosedur.




DAFTAR PUSTAKA

Broek, Van Den, Ilmu Kesehatan Tenggorok Hidung dan Telinga edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta : 2010

Enykus, 2003, keterampilan dasar dan prosedur perawatan dasar, ed 1. Semarang, Kilat press

Lucente, Frank E, Ilmu THT, Buku kedokteran EGC, Jakarta : 2011

Potter Perry 2000. Buku Saku Keterampilan  dan Prosedur Dasar Edisi, 3 Jakarta : EGC

Soepardi, Efiaty Arsyad. (2001). Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, Leher. FKUI : Jakarta.