01 December 2012

Ibu Hamil Perokok Pasif dengan Risiko Kejadian abortus di Rumah sakit ................tahun 2012


A. Latar Belakang
              Abortus adalah berakhirnya masa kehamilan sebelum anak dapat hidup didunia luar (Mochtar, 2000). Anak dapat hidup di dunia luar bila beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang dari ibunya yang kira-kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Sarwono, 2007).
              Kejadian abortus sulit diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan. Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10% sampai 15%. Biasanya kejadian keguguran dilaporkan dalam angka kaguguran (abortion rate). Angka keguguran ialah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kelahiran hidup. Dilaporkan besar angka keguguran berkisar antara 8,3 sampai 15%. Angka ini diperkirakan lebih kecil daripada yang sebenarnya berdasarkan alasan-alasan di atas. Angka keguguran ini bersifat umum dan tidak memperhitungkan semua keguguran yang terjadi sejak kehamilan yang pertama. Angka keguguran yang spesifiklah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kehamilan dihitung sejak kehamilan yang pertama pada setiap wanita yang pernah hamil pada satu populasi tertentu (Manuaba, 1998). 

1
              Menurut data WHO (2005), persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60-75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak datang ke dokter atau rumah sakit (Mochtar, 1998).
              Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 - 2,5 % juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya (Manuaba, 2001). Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang, dan berat badan lahir rendah (BBLR) (Cunningham, 2005).
              Penyebab abortus ada tiga faktor yaitu, faktor maternal, faktor janin dan faktor paternal, faktor lingkungan salah satunya perokok pasif yaitu karena adanya gangguan oksigenasi (Soetjiningsih, 2002). Menurut Departemen Kesehatan gangguan oksigenasi pada masa janin akibat dari ibu selama hamil terpapar asap rokok (Depkes, 2006).
              Data Global Youth Survey 1999-2006, sekitar 57% rumah tangga di Indonesia rata-rata terdapat satu orang perokok aktif, dimana anggota keluarga lainnya akan menjadi perokok pasif yang terpaksa harus menghirup asap rokok dari orang yang merokok. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 menunjukkan, lebih dari 87% perokok aktif merokok di dalam rumah ketika sedang bersama anggota keluarganya. Rokok mengandung sekitar 4.000 zat beracun yang bisa merusak kesehatan, hingga menyebabkan kematian. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 juga menunjukkan rokok telah menyumbang 9,8% angka kematian di Indonesia, termasuk di dalamnya komplikasi kehamilan pada Ibu hamil (Susenas, 2004).
              Akibat merokok diperkirakan bahwa angka kematian sebanyak 350.000 per tahun lebih banyak dari pada kehilangan total jiwa orang di Amerika dalam perang dunia I, Korea dan Vietnam. Prevalensi perokok pasif cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan prevalensi perokok. Di Indonesia, lebih separuh (57%) ibu rumah tangga mempunyai sedikitnya satu orang perokok, dan hampir semua perokok (91,8%) merokok di dalam  rumah. Prevalensi perokok pasif laki-laki di Indonesia 31,8% dan perempuan 66%. Di setiap provinsi di Indonesia perokok pasif pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi perokok pasif pada perempuan yang telah menikah mencapai 70,4%  (Susenas, 2003).
              Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010) Provinsi Aceh didapat bahwa perokok saat ini yang tergolong perokok setiap hari (31,9%), kadang-kadang (5,2%) dan yang tidak merokok  tergolong mantan perokok (3,5%) dan bukan perokok (59,4%). Sedangkan menurut (Rikesdas, 2007) anak Aceh yang berusia 10 tahun ke atas, sebanyak 29,7% tercatat sebagai perokok aktif, ini bisa diartikan generasi muda Aceh pada masa yang akan datang akan menjadi generasi pecandu narkoba, karena 90% pengguna narkoba sebelumnya adalah perokok.
              Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi perokok yaitu pengamanan rokok bagi kesehatan perlu dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang kandungan kadar nikotin yang ada pada setiap batang rokok, pencantuman peringatan pada label, pengaturan produksi dan penjualan rokok dan periklanan serta promosi rokok. Selain itu, perlu ditetapkan pula kawasan tanpa rokok pada tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Dalam Peraturan Pemerintah ini, iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan. Ketentuan mengenai iklan tersebut juga harus memperhatikan ketentuan Pasal 46 ayat (3) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Peran masyarakat dalam upaya pengamanan rokok bagi kesehatan perlu ditingkatkan agar terbentuk kawasan tanpa rokok di semua tempat/sarana (Peraturan Pemerintah, no 19, 2003).  
              Kline (2012) dari artikelnya mengemukakan mereka membandingkan merokok selama kehamilan di antara 574 wanita yang abortus secara spontan (kasus) dan 320 wanita dengan pengiriman setelah usia kehamilan setidaknya 28 minggu (kontrol), merokok berhubungan dengan abortus spontan. Wanita yang telah abortus secara spontan melaporkan bahwa merokok selama kehamilan lebih sering dibandingkan dengan pengiriman setelah usia kehamilan 28 minggu. 41% kasus dan 28% kontrol merokok,. Rasio odds untuk asosiasi sangat signifikan dengan merokok adalah 1,8. Maka kesimpulannya bahwa merokok selama kehamilan merupakan faktor risiko untuk abortus spontan.
              Dari hasil data diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang” Ibu Hamil Perokok Pasif dengan Risiko Kejadian abortus di Rumah sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin tahun 2012” 

0 komentar: